04012012
Cemburu
Cemburu
hadir merancu, menyamarkan setiap ‘rasa’. Ada rindu, amarah, ketakutan
sekaligus pertanyaan. Aku jarang sekali terjebak dalam jala cemburu, secara aku
terbiasa tak menghiraukan sesuatu yang bernama cemburu. Atau mungkin karena terbiasa
cemburu, atau tidak pantas cemburu, atau memang tidak ada yang bisa dicemburui,
sehingga cemburu pun menjadi bukan cemburu, atau apalah. Atau karena aku
pencemburu yang selalu mengingkari kecemburuanku sendiri. Bingung!
Hari
ini, kubaca sebuah kalimat pengakuan. Seseorang mengaku cemburu padaku.
“Ah,
ketika rindu itu merajammu, bak tumpahan air bah… hal kecil dan sepele pun bisa
membuatmu cemburu buta.”
Sebuah
kalimat yang dikirim oleh seseorang yang juga pernah mengirim janji padaku.
Janji seorang saudara.
“Jika
yang lain tidak peduli, Kakakmu ini akan tetap bersamamu
Jika
yang lain melupakanmu, Kakak tetap setia.
Jika
yang lain menjauhimu, Kakak akan tetap ada di dekatmu (di hati ini).”
Jujur membaca
kalimat janji atau pun kalimat penghiburan yang dikirimkannya padaku, membuatku
‘kesal’. Kesal karena kemudian aku terjebak pada pertanyaan, “Sungguhkah?”
Aku
sadari, sebentuk kecil perhatian untukku mampu membuatku semakin terpuruk atau
bisa saja membuatku bangkit dari keterpurukan. Aku rindu sekaligus benci kepada
perhatian. Karena ‘sebentuk perhatian’ adalah impianku sekaligus sesuatu yang membuatku takut bermimpi.
Aku katakan
padanya, “ Jika Kakak takut kehilangan seorang Adik, Adik justru takut seorang Kakak
ingkar janji.”
Kalimat
terakhir dari balasan sepucuk surat ungu yang kukirim, membuatku tertegun.
Perlahan gerimis merimbun. Ah, air mata haru membasuh wajahku.
“Sungguh
setelah Ibu dan Kakak/Adik perempuan Kakak, dirimulah yang Kakak sayang
karena-Nya.”
Aku
ragu. “Fiksikah?”
Ah, aku
hanya ingin mengamini. Kata adalah doa. Aku ingin kata-kata itu sebuah doa
kebaikan untukku.
Alhamdulillahirabbil
Alamin….
Amin…
Amin… Ya Rabbal Alamin.
RUH, 00:00Pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar