Buanglah ‘Budaya
Sampah’ Pada Tempatnya
*Arista Devi*
Akhir-akhir ini setiap kali berlibur di Victoria
Park, saya merasa prihatin melihat sampah berserakan di mana-mana. Sehingga
terbersit rasa malu dan kesal dengan budaya sampah (baca; budaya jelek) yang
masih dilestarikan oleh kawan-kawan sesama Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong
Kong.
Kebersihan bukan hanya syarat untuk sehat, namun
juga salah satu faktor penunjang keindahan. Maka sudah sewajarnya, jika menjaga
kebersihan menjadi hal terpenting
dalam kehidupan manusia sehari-hari, selain dari
manifestasi keteguhan iman seseorang kepada Tuhan, juga
sebagai bagaian dari budaya hidup sehat manusia.
Kita semua pasti mengenal slogan, “Kebersihan
pangkal kesehatan,” dan “Kebersihan sebagaian dari Iman.” Namun pada
kenyatannya kita masih seringkali melihat dan merasakan ketidak nyamanan dari
lingkungan yang kotor karena sampah. Dan hal ini terjadi tidak hanya di
Indonesia, tapi juga di Negara Hong Kong, negeri yang benar-benar mengutamakan
kebersihan. Hal ini bisa dilihat dari undang-undangnya, Hong Kong menetapkan
denda HK$1.500 untuk siapa saja yang tertangkap membuang sampah sembarangan.
Kebersihan dari sampah memang sulit diterapkan jika
setiap individu tidak membiasakan hidup sehat yang muncul dari dalam dirinya.
Kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab semua orang. Budaya bersih dan
hidup sehat akan mendatangkan banyak keuntungan bagi manusia dan mahluk hidup
lainnya, boleh dibilang kebersihan bagaian dari kesejahteraan
umum.
Sebagai orang Indonesia, kita pasti mengenal peribahasa:
‘Di
Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung.’ Yang berarti dalam kehidupan
sehari-hari kita harus menghormati dan mematuhi adat-istiadat atau peraturan di
mana tempat kita tinggal. Hal ini tentunya bukan berarti kita melupakan budaya
asal, justru kita memiliki kewajiban memperkenalkan budaya kita sendiri
tentunya dengan catatan budaya yang baik.
Hidup di negeri rantau, mau tidak mau membuat kita
menanggung beban dan bertanggung jawab untuk menjaga nama baik minimal pribadi
juga negeri asal kita. Tapi dengan melihat kebiasaan buruk sesama kawan
Indonesia yang membuang sampah sembarangan, sehingga merusak keindahan tempat
sarana umum di Hong Kong, saya ragu apakah kawan-kawan menyadari secara sengaja
atau tidak telah merusak citra negeri asalnya.
“Orang-orang Indonesia jorok. Karena ulah mereka,
bukan hanya Victoria park, tapi Mei Foo Garden juga menjadi rusak dan kotor.
Mungkin itu kebiasaan mereka yang terbawa dari negeri asalnya.”
Mendengar komentar dan percakapan orang-orang Hong
Kong yang kebetulan melintasi Victoria Park pada hari Minggu, membuat saya
tidak terima sekaligus merasa malu. Mungkin jika saya di posisi mereka pun akan
berkata sama, karena tempat umum yang dijadikan sarana wisata dirusak oleh orang-orang
yang notabene pendatang asing.
Keprihatinan warga lokal Hong Kong ini bukan hanya
sampai pada obrolan kecil di antara mereka, namun sudah sampai pada tahapan
serius. Hingga mereka merasa perlu membagi-bagikan plastik tempat sampah kepada
kawan-kawan BMI yang berlibur di kawasan Victoria Park.
Sebenarnya kita semua dapat menghindari dan
memperbaiki semuanya sebelum terlambat. Karena bisa saja pada akhirnya, jika
tidak ada perbaikan dari ‘budaya sampah’ ini, akan ada larangan untuk BMI
berlibur dan menggunakan tempat-tempat tertentu di Hong Kong. Dan pada saat itu
terjadi, tentunya lucu jika kita kemudian menganggapnya sebagai suatu bentuk diskriminasi,
sedangkan pada dasarnya semua sebagai akibat dari perbuatan kita sendiri.
Jika dilihat dan disimpulkan penyebab semua ‘budaya
sampah’ adalah kurangnya budaya malu, sehingga orang tidak segan-segan membuang sampah
dimana saja, kapan saja dan di depan siapa saja. Kurangnya pemahamana tentang
bahaya kesehatan akibat sampah dan kurangnya pengetahuan tentang pemanfaatan sampah.
Saya sengaja
menyebutnya kurang, karena percaya bahwa sebenarnya semua kawan-kawan BMI telah
mengetahuinya. Sampah bisa berguna jika dilakukan proses daur
ulang dengan memisahkan jenis sampah. Maka dari itu, pemerintah Hong Kong telah
menyediakan banyak tong sampah di tempat-tempat tertentu sesuai dengan sampah
yang semestinya dimasukkan kedalamnya. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya.
Marilah kita sama-sama
mendisiplinkan diri, menjaga
nama baik sebagai orang
Islam juga sebagai orang Indonesia dengan membuang ‘budaya
sampah’ dan juga sampah pada tempatnya. Memulainya dari diri masing-masing
kemudian saling mengingatkan dan nasehat-menasehati sesama teman demi kebaikan
bersama. Jangan sampai karena ulah kawan-kawan yang membuang sampah sembarangan
dan sikap kita yang tidak peduli, menjadikan kita merugi bersama. Salam.
Penulis: BMI HK
Asal Jember, Jawa Timur
Dimuat dalam Majalah Peduli, Edisi Februari 2012
Dimuat dalam Majalah Peduli, Edisi Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar