Tiada Rembulan di Langitku
di
langitku tiada lagi rembulan
tiada di siang pun malam hari
setelah lelah memaksaku berkata
: pergilah
rembulan tempatmu bukan di langitku
di langitku tiada lagi rembulan
tiada cerita atas nama cinta
setelah semua luka menyiratkan pesan
: hingga kapan kaumenjadi pungguk perindu
bulan
di langitku tiada lagi rembulan
bukan karena apa dan mengapa
bersebab aku sadar sebelum terlambat
langitku tak pantas berhias rembulan
RUH, 16/3/2012
Hari ini setelah sekian lama menahan diri, emosi itu akhirnya tak
tertahankan lagi. Aku benar-benar terbakar amarah, rasa marah kepada diriku
sendiri yang tak pernah sadar diri. Sekian kali menipu dan menghibur diri,
berpura merasa percaya dengan semua mimpi-mimpiku meski berarti harus menyimpan
luka.
Aku terlalu bodoh!
Apa yang sebenarnya aku cari? Secuil perhatian? Sedikit kasih sayang? Atau?
Ah! Memalukan. Aku bahkan tak berkaca siapa aku. Aku harusnya sadar, ketika
orang terdekatku yang seharusnya menyayangiku saja tak peduli padaku, bagaimana
aku bisa percaya ada seseorang yang bukan sesiapaku akan menyayangiku. Naifnya aku.
Tentang kamu yang telah kubiarkan memasuki sudut ruang ungu hatiku. Ijinkan
aku mengunci ruang unguku kembali bersama semua angan dan mimpiku. Aku bukan
siapa-siapa dan sampai hari ini tak pernah menjadi siapa-siapamu, jangan paksa
dirimu untuk menjadikanku siapa-siapa. Karena semua hanya akan menambah
luka-lukaku. Aku tahu aku masihlah aku meski dengan segala kelukaan dan
kedukaan ini. sendiri.
Kau mungkin saja lupa tau tak begitu mengingat semua apa yang
kuceritakan padamu tentangku, tentang kebencianku untuk sebuah rasa kasihan,
tentang kebencianku akan sebuah kebohongan atau tentang traumaku akan sebuah
kepura-puraan. Ah, sudahlah. Tak ada yang salah dan mesti dipersalahkan. Biarkan
aku kembali menjadi pesakitan yang tersiksa oleh kesakitan yang kupilih tanpa berbagi. Tidak
denganmu ataupun yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar